A. Hakekat Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu,
pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani
itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas
jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap
pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan
pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai.
Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi
dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga
menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya
mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak
seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran
pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak
mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering
dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendididkan jasmani disamakan
dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan
organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical
fitness), kegiatan fisik (pysical activities), dan pengembangan
keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan
yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya.
walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu,
namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu
tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan
aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada
dalam konteks pendidikan secara umum (general education).
Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan
interaksi sistematik antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Apabila dicermati lebih
jauh, makna pendidikan jasmani maka beraneka ragam tetapi keragaman
tersebut pada umumnya sama seperti pandangan terhadap pendidikan pada
umumnya.
1. Pandangan Tradisional
Menganggap bahwa Pendidikan jasmani hanya
semata-mata mendidik jasmani atau sebagai pelengkap, penyeimbang, atau
penyelaras pendidikan rohani manusia. Dengan kata lain pendidikan
jasmani hanya sebagai pelengkap
Di Amerika Serikat, pandangan dikotomi
ini muncul pada akhir abad 19 (1885-1900), yang dipengaruhi oleh sistem
Eropa, seperti sistem Jerman dan system Swedia; yang menekankan pada
perkembangan aspek fisik, kehalusan gerak, dan karakter peserta didik,
dengan gymnastik sebagai
Penjas lebih berperan sebagai “medicine”
(obat) dari pada pendidikan. Oleh karena itu para pengajar Pendidikan
jasmani berlatarbelakang akademis kedokteran dasar, sehingga dalam
merumuskan tujuan, program pelaks, dan penilaian menjadi salah kaprah.
Yaitu cenderung kepada upaya memperkuat badan, memperhebat ketr fisik yg
mengabaikan kepentingan jasmani itu sendiri.
2. Pandangan Modern
Pandangan modern atau sering disebut juga
pandangan holistik, menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri
dari bagian-bagian yg terpilah-pilah. Manusia adl kesatuan dari
berbagai bagian yang terpadu. Oleh karena itu pendidikan jasmani tidak
hanya berorientasi pada jasmani (satu komponen
Di Amerika Serikat dipelopori oleh Wood dilanjutkan Hetherington tahun 1910. Pendidikan jasmani dipengaruhi “progressive education” bahwa
semua pendidikan harus memberi kontribusi terhadap perkembangan anak
secara menyeluruh, dan penjas mempunyai peranan yang sangat penting
terhadap perkembangan tersebut.
3. Pandangan di Indonesia
Pandangan holistik oleh Jawatan
Pendidikan Jasmani tahun 1960: “Pendidikan jasmani adalah pendidikan
yang mengaktualisasikan potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap,
tindak, dan karya yg diberi bentuk isi, dan arah menuju kebulatan
pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan”
Definisi yang relatif sama, oleh Pangrazi dan Dauer (1992)
Pendidikan jasmani merupakan bagian dari program pendidikan umum yang
memberi kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan jasmani
didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus
dilaksanakan dengan cara-cara yg tepat agar memiliki makna bagi anak.
Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan
perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran,
yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
Bucher, (1979)
mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu
proses pendidikan secara keseluruhan melalui kegiatan fisik yang dipilih
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler,
interperatif, sosial, dan emosional.
Hal senada juga dikemukakan oleh Abdul Kadir Ateng
(1993) bahwa; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang
bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan
emosional.
Wall dan Murray (1994)
mengemukakan lebih spesifik, “masa kanak-kanak adalah masa yang sangat
kompleks, dimana pikiran, perasaan, dan tindakannya selalu berubah-ubah.
Oleh karena sifat anak-anak yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh
dan berkembang, maka perubahan satu element sering kali mempengaruhi
perubahan pada element lainnya. Oleh karena itulah, adalah anak secara
keseluruhan yang harus dididik, tidak hanya mendidik jasmani atau
tubuhnya saja”.
Pendidikan jasmani dalam KTSP
adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain
untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan
motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif,
dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani,
psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.
B. Perbedaan Pendidikan Jasmani dengan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani,
kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan
olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih
sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut
akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan
fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas
yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan
yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak
harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan
pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di
dalam
Olahraga di pihak lain adalah suatu
bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli
memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang
terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan
jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa
secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas
Ketika kita menunjuk pada olahraga
sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya
bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar
tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang
terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis,
digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau
prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung,
kecuali atas kesepakatan semua pihak yang
Di atas semua pengertian itu, olahraga
adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa
memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah
menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu
saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya
semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam
Di pihak lain, pendidikan jasmani
mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak
berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di
antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan
jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan
tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan
penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi
bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses
kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani
melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas
dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan
kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya
tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan
kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut
athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap
disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun
secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan,
atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus
dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan
bersama.
Antara pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah bila diperbandingkan dapat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 1. Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah
http://onopirododo.wordpress.com/2008/11/14/pendidikan-jasmani-olahraga-atau-bermain-ya/
Pendidilkan Jasmani
|
Olahraga
|
Objek:Seluruh siswa | Objek:Siswa yang berminat/berbakat dalam cabang olahraga tertentu, calon atlet/atlet |
Subjek:Guru | Subjek:Pelatih |
Tujuan:Untuk mencapai tujuan pendidikan | Tujuan:Untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya |
Materi:Semua aktivitas fisik/gerak (termasuk olahraga) | Materi:Cabang-cabang olahraga |
Sasaran:Aktivitas fisik/gerak sebagai alat | Sasaran:Terkuasainya cabang olahraga tertentu/yang diminati |
Sifat:Wajib | Sifat:Sukarela |
Waktu pelaksanaan:Intrakurikuler | Waktu pelaksanaan:Ekstrakurikuler |
http://onopirododo.wordpress.com/2008/11/14/pendidikan-jasmani-olahraga-atau-bermain-ya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar